2013/02/07

[Berani Cerita #1] Surat Merah Jambu



Aku menegakkan kepalaku. Instingku mengatakan ada sesuatu yang memperhatikan aku atau mungkin lebih tepatnya seseorang. Yah...bukannya aku suka Gede Rasa alias GR, tetapi begitulah yang terjadi bila indera ke-enamku sudah aktif. Akibatnya bisa ditebak, aku jadi penasaran. Aku harus tahu siapa yang memperhatikanku.

Sambil berusaha menunjukkan sikap santai, aku menyenderkan punggungku ke deretan bangku berlapis busa tipis dan melemaskan otot-otot leherku. Seraya melakukan itu, mataku  berusaha melirik ke sebelah kiriku. Mencari-cari orang yang mau-mau-nya memperhatikan aku dengan sembunyi-sembunyi pula. Sekali lagi bukannya aku GR.

Di sebelah kiriku, ada seorang gadis. Sepertinya anak kuliah yang baru pulang dari kampus, dan ... dia menatapku terang-terangan dengan senyum tersungging di bibir-nya.

Menatapku?

Hem...sepertinya feeling-ku soal ‘memperhatikan secara sembunyi-sembunyi’ ini salah.

Tak peduli dengan tatapan gadis itu, Aku kembali menyandarkan kepalaku ke bangku kereta ini. Sambil menatap lurus ke bangku seberang. Di bangku itu duduk berjajar beberapa orang. Tetapi yang langsung berhadapan denganku adalah dua orang ibu-ibu berkerudung, sedang berbisik-bisik sambil tersenyum melihat ke arahku. Di sebelah kanan mereka, duduk seorang pemuda yang sepertinya juga sedang menahan senyuman sambil melirik ke arahku.

“Baiklah,” Ucapku dalam hati,“Aku harus mengakui bila hari ini indera ke-enam-ku sepertinya dalam kondisi ‘error’.” Sambil menelan ludah, kupaksakan diri untuk membetulkan posisi dudukku yang hampir merosot. “Sekarang waktunya berpikir, dan cari tahu. Mengapa semua orang menatapku sambil senyum-senyum?” Otakku berputar.

“Apa ada kotoran dimukaku?” Dengan gaya seolah-olah tidak sengaja, aku mengusap mukaku. Setelah itu, kuusap pula rambutku. Sekalian memeriksa. Siapa tahu rambutku ternyata tiba-tiba sedang berdiri semua.

“Stasiun Pondok Cina.” Dengung suara masinis terdengar dari speaker untuk memberitahukan penumpang nama stasiun pemberhentian berikutnya. Segera terlihat beberapa orang berdiri. Rupanya di stasiun ini ramai penumpang turun. Termasuk, dua orang ibu berkerudung itu.

Sambil membetulkan tas sandangnya di bahu, salah satu ibu yang ‘berbisik-bisik’ itu menegurku.

“ Mas...”

Aku yang memang duduk di samping pintu keluar, mau tidak mau mendengar sapaan ini, dan mengangguk tanda menanggapi.

“Sampeyan ini ternyata lelaki romantis ya? Gak sangka kalau penampilan luar metal banget dan hitam-hitam begini bisa-bisanya serius baca surat merah jambu begitu warnanya! Wah..wah...itu surat dari penggemar, pacar, atau istri, Mas? Iki temen-ku juga kagum loh...rambut gondrong, jaket kulit hitam, celana kulit hitam, pake tato segala di lengan..tapi bisa romantisss yaa!! Beruntung sekali pengirim surat merah jambu itu. Lelaki-nya ternyata berhati pujangga nih!” Si ibu berkata keras-keras, dan tertawa. Membuat semua orang yang berdiri bersamanya, juga orang-orang yang duduk disampingku, ikut tertawa mendengar ucapan si ibu (atau menertawakan aku ya?)

Aku tertawa. Lega.

Aku memperhatikan surat yang sedari tadi aku baca dalam genggamanku. Surat itu dari anak perempuanku, Sinta. Dia sedang menuntut ilmu di negara Inggris. Hasil kerja kerasnya belajar dan mendapat beasiswa S2. Semua kabar Sinta ditulis diatas kertas merah jambu itu, dengan amplop warna senada. Warna kesukaan Sinta. Aku paham sekarang.

Dengan riang hati aku keraskan tawaku,“Boleh dong 'tampang' metal hati mellow! Ya kan?” Ucapku keras.

Dan ibu-ibu itu pun semakin geli tertawa.

----

"Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma."

Sumber Gambar: Wardahart.blogspot.com

4 komentar:

  1. wiw~
    surat dr anaknya ternyata :D
    sukses buat GAnya :D

    BalasHapus
  2. Cool, lucu banget! Aku suka. Thumbs up!

    BalasHapus
  3. @Jiah al jafara...iya, terimakasih:D

    @Siti Nurjanah...ehem*batuk-batuk*

    @Mama Obito...:)..lagi bosen sama ide yang murni cinta-cintaan cowok-cewek.

    Terimakasih sudah berkunjung^^

    BalasHapus