2012/11/29

Merah Jambu, Kuning dan biru

Selembar kertas berwarna merah jambu.
Tersirat sketsa seorang perempuan membawa sebakul kendi madu.
“Potret kehidupanmu kulukiskan disini,Adik.” Begitu katamu.
Perempuan itu terlihat teguh.

Selembar kertas berwarna kuning.
Tersirat untaian indah kata-kata pelipur lara.
“Disini kuberi kegembiraanku untukmu, Adik.” Begitu katamu.
Untaian kalimat itu terlihat riang gembira.

Selembar kertas berwarna biru.
Tersirat namamu dan namaku bersama.
“Kapalku letih berlayar sendiri, di hatimu sudah kutambatkan talinya, adik”Begitu Katamu.
Tapi hatiku tak bertali biru.

Maafkan aku Abang..
Merah jambumu, kukagumi.
Kuningmu, menyenangkanku.
Tapi, Birumu membebaniku.

Croissant Perdamaian

Amarah memang gak kenal situasi, waktu, tempat, orang atau kondisi. Gak pagi-pagi, gak siang-siang, gak sore-sore selalu aja meledak gak terduga. Memang secara psikologis (katanya) amarah yang dilampiaskan itu menyehatkan. Tapi bukan pelampiasan amarah yang ekstrim atau berlebihan sampai membuat rugi banyak orang yaa.. Amarah sebatas ngomel-ngomel dan teriak-teriak (sedikit) mungkin benar menyehatkan. Itu kata ilmu psikologi loh..tepatnya gimana bunyinya saya kurang paham.

Kalau menurut agama, amarah itu sebaiknya gak dilampiaskan. Lebih baik duduk kalo marah tingkat tinggi atau berbaring supaya hati agak tenang. Atau wudhu biar adem. Gitu loh..

Tapi apa daya yaa..suatu saat saya marah-marah saking gak sabar sama anak. Marahnya kelewat heboh sampai adegan banting-banting buku (adat marah berlebihan saya memang banting-banting apa saja yang dekat dengan saya) Waahhh...habis itu saya menyesallll sekali! Sampe nangis sendiri karena sebal sama diri sendiri. Kok bisa ya gak sabar sama anak sendiri. Padahal anak-anak orang yang saya ajari saya bisa sabar.

Sehabis cape nangis-nangis karena berasa bersalah, saya pikir caranya berbaikan sama anak saya. Muncullah ide bikin croissant.

Setelah buru-buru ke supermarket untuk beli bahan-bahan dasar, sepulang sekolah saya ajak anak ku untuk bantu buat croissant. Dan dia senaaaannnggg sekaliii! Mulai dari menimbang bahan sesuai resep, ikut menggiling sampai mengulas adonan croisant pake kuning telur. Sambil menunggu kami mengobrol dan dikesempatan itu saya bilang, Mas..maaf ya Bunda marah tadi pagi. Anak saya bilang, iya Bun. Tapi boleh gak saya jadi master chef? Hahahaha....akhirnya saya lega. Anak saya senang, saya senang. Dan croissant kami berhasil matang dengan sukses!! Yiippiieee...