Azzam terlihat termenung di atas
jok sepeda motor-nya. Lelaki gagah dan tampan, putra saudagar desa ini terlihat
sangat sabar menunggu. Sambil memperhatikan sekumpulan perempuan-perempuan muda
yang berjalan keluar dari bangunan Balai Desa. Mata-nya mencari sesosok
perempuan yang selama enam bulan terakhir mencuri isi hati dan pikirannya.
“Nah, itu dia Gadis merah
muda-ku.” Bisiknya pada diri-nya sendiri. Dilambaikan-nya tangannya untuk menarik perhatian “Gadis Merah Muda”-nya.
Arum dan Dewi yang melihat Azzam
melambai ke arah mereka berjalan mendekati.
“Hai Bang Azzam...ada apa ke
Balai desa?” tanya Arum.
Dewi hanya megangguk dan tersenyum melihat Azzam.
“Mau memberi kabar kalau sore
nanti rapat Karang Taruna-nya tidak bisa diadakan. Pak RT kita mau ke kota dulu
siang ini. Ada panggilan rapat Ketua RT dan RW dari kecamatan. Jadi rapat
rencana kegiatan bulan puasa tahun ini akan di jadwal-kan ulang.” Jelas Azzam,
berusaha terdengar serius. Padahal hati-nya berdegup-degup. Duh..kenapa aku
jadi salah tingkah begini, pikir-nya.
“Yaah..jadi nanti sore gak ketemu
dong?” ucap Arum. Azzam mengangguk.
Arum
mengerutkan alis-nya, kecewa.
“Oh kebetulan. Saya juga gak bisa
hadir kalau rapat-nya nanti sore Bang Azzam. Mau bantu ibu membuat kue-kue
penganan untuk selamatan naik Haji-nya Pak Naryo. Tadinya saya bingung, mau bantu
Ibu atau datang rapat Karang Taruna. Masak sekertaris Karang Taruna gak datang
rapat?” cetus Dewi, lega. Azzam
tersenyum.
Tiba-tiba seolah-olah teringat
sesuatu, ia bertanya, “Loh...memangnya acara Pak Naryo nanti malam toh?”
“Idih..Bang Azzam...masak Abang
lupa sih? Kan biasanya Bang Azzam, Ketua Karang Taruna, yang jadi pemimpin Sholawatan? ” goda Arum, sambil tertawa. Manis sekali. Azzam ikut tertawa.
“Memang-nya gak boleh kalau Abang
lupa, nona manis?” ucap Azzam, dengan jenaka.
“Nah..Abang mulai deh merayu..”seru
Arum, malu-malu.
“Aah..Gadis manis itu harus
dirayu. Siapa suruh berparas manis?Hahaha.” goda Azzam.
Arum tambah malu.
“Dewi, lihat itu Arum, wajahnya
jadi merah muda!” Azzam kembali tergelak.
Arum berusaha menutupi mukanya
sementara Dewi dan Azzam tertawa geli.
--
Malam hari sesudah Isya, diantara
orang-orang yang datang beramah tamah membawakan Doa bagi keselamatan perjalanan
Haji Pak Naryo, Azzam melangkah pelan mendekati sesosok wanita berjilbab Merah
Muda.
“Adik...kue-kue buatan-mu enak
sekali.” Katanya membuka percakapan.
“Eh Bang Azzam...Suka ya sama kue-nya?”
tanya si Gadis.
“Suka sekali. Apalagi sama yang membuat
kue-nya.” Cetus Azzam sambil menatap tajam Si Gadis Merah Muda. Mula-mula si
gadis masih tersenyum, beberapa lama kemudian si gadis terpaku. Azzam masih
menatap dengan serius.
“Mak..maksud Abang?” tanya si
gadis terbata.
“Dewi..Abang suka sekali bila
Dewi bersedia menjadi jodoh Abang. Dunia dan Akhirat.” Ucap Azzam, Mantap.
Dewi menunduk. Kuping dan mukanya
terasa panas. Hati-nya berdegup kencang. Rasa-nya Azzam pun mungkin bisa
mendengar degupan-nya. Ya ampun! Pikir Dewi.
Tapi ini salah, hati Dewi berkata.
Dikuatkan-nya hatinya.
Diangkatnya kepalanya, menatap
Azzam.
“Maaf Bang Azzam. Dewi gak pantas
jadi jodoh Abang. Hati Dewi sudah milik lelaki lain yang lebih sederhana. Dewi
harap Abang mengerti.” Ucap Dewi, pelan.
Azzam tercenung. Lalu mengangguk.
Dan bergerak untuk berlalu.
Sambil berjalan gontai dan
melepaskan kopiah hitam-nya, Azzam menarik napas dalam-dalam. Sebersit nyeri
terasa di hati-nya. Hatiku, bisiknya, Gadis merah muda itu bukan jodoh-mu atau Aku.
--
FlashFiction ini disertakan dalam Kuis Kamis-nya Mbak Nunu El-Fasa di Grup Ibu-Ibu Doyan Nulis.